Saat Nabi Membela Penyebar Ilmu
Banyak
sekali amaliah ataupun ibadah yang apabila di amalkan maka Allah Swt akan
memberikan pahala yang berlipat ganda.
Pahala
yang berlipat ganda itu bila di kalkulasi, ada yang berlipat 10 kali, 70 kali
hingga 1000 kali. Namun ada amalan yang jauh lebih melimpah pahalanya 70.000
kali lipat manakala berkaitan dengan Ilmu.
"Tidak ada keutamaan amal yang melebihi dari keutamaan Nasyrul ilmi (menyebarkan ilmu)"Kata KH.Sobri Dinal Musthofa, Pengasuh Ponpes Yasmida Ambarawa Pringsewu Lampung.
"Tidak ada keutamaan amal yang melebihi dari keutamaan Nasyrul ilmi (menyebarkan ilmu)"Kata KH.Sobri Dinal Musthofa, Pengasuh Ponpes Yasmida Ambarawa Pringsewu Lampung.
Menyebarkan
ilmu baik dari segi aktifitas belajar maupun mengajar, dalam pandangan Islam
mendapat tempat yang istimewa. Orang-orang yang dalam posisi berkecimpung di
bidang ilmu pengetahuan oleh Allah Swt dijanjikan derajat yang tinggi.
Agama
Islam seolah tiada henti mendorong umatnya agar mencari ilmu dan memuji
orang-orang yang menguasainya lalu mengamalkan ilmu tersebut.
Bahkan
kedudukan orang yang memiliki Ilmu di bandingkan orang muslim lainya
pernah di ungkapkan oleh hadratussyekh KH.Hasyim Asy'ari dalam kitab Adab al
Alim wa al Muta'alim mengutip perkataan sahabat Ibnu Abbas RA:
درجات العلماء فوق المؤمنين بسبعمائة درجة
درجة ما بين الدرجتين خمسمائة عام
“Para ulama mempunyai derajat yang lebih
tinggi daripada orang-orang mukmin pada umumnya dengan selisih 700 derajat dan
di antara dua derajat terpaut selisih 500 tahun.”
Begitulah
gambaran keutamaan bagi orang yang berilmu. Nah bagaimana ketika orang yang
berilmu ini menyebarkan ilmunya?
Menurut
kiai Sobri, orang yang nasyrul ilmi bagaikan tongkat yang menuntun umat manusia
kepada jalan kebenaran, pelita yang menerangi kegelapan.
Ia akan mengentaskan manusia dari kejahilan menuju pengenalan (ma'rifat billah), seperti halnya mursyid yang setia menunjukkan kepada murid ke anak tangga maqom-maqom Thoriqoh.
Ia akan mengentaskan manusia dari kejahilan menuju pengenalan (ma'rifat billah), seperti halnya mursyid yang setia menunjukkan kepada murid ke anak tangga maqom-maqom Thoriqoh.
Para
penyebar ilmu ini menurutnya seperti meniti jalan kenabian, karena mewarisi
sifat Nabi yakni mengajarkan manusia tentang apa-apa yang tidak diketahuinya.
Bila hamba Allah SWT ini istiqomah dalam meniti jalan rasulNya, maka keberkahan
dan pembelaan Allah dan RosulNya kepada para penyebar Ilmu akan selalu
menyertai.
Sejarah
mencatat karya-karya ulama klasik hingga kini masih terus dikaji. Dari panggung
diskusi ilmiah di kampus-kampus hingga forum Bahtsul Masail di pesantren.
Keadaan demikian menjadi saksi mengalirnya ilmu secara turun temurun tidak
menjadikan ilmu habis lalu punah di telan waktu.
Sebagaimana
Al Quran yang senantiasa dijaga oleh Allah hingga akhir masa, maka Allah pun
akan menjaga ilmu para kekasihNya.
Ambil
contoh kitab karya Ulama klasik, seperti Jaami'u Karomatil Auliya karya Al-Imam
al-'Allamah Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani ( L.1265 / W. 1350 H ) dan
kitab Ihya' Ulumiddin karya Hujjatul Islam Al-Imam Abul Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali at-Thusi atau yang masyhur dengan sebutan Imam
Al-Ghozali ( L. 450 H / 1058 M— W. 505 H / 1113 M ), kedua kitab ini boleh jadi
mempunyai 'karomah' tersendiri. Dalam bahasa Kiai Sobri, ke dua kitab di atas,
merupakan kitab yang di 'tashih' (terkonfirmasi kevalidanya) langsung oleh
Rosulullah SAW.
Bagaimana
caranya Rosulullah SAW yang sudah meninggal itu kemudian berkomunikasi dengan
pengarangnya lalu mengoreksi, kemudian merestui hasil karyanya?
Dikisahkan
oleh kiai Sobri, Menukil dari maqolahnya pendiri Thariqah Syadliliyah, Abu
hasan al Syadlili, Suatu ketika ada seorang ulama bernama Syeh Ibnu
Harazim-ada yang menyebut Abul Hasan Ali bin Harzamin, mengungkapkan kritik dan
ketidak sukaanya pada kitab Ihya' milik imam al Ghazali. Menurut analisis Syekh
Harazim di dalam kitab Ihya' banyak memuat hadits dhaif dan palsu yang ia
ragukan keaslian sanadnya sampai ke Rasulullah SAW.
Syekh
Harazim yang nota bene ulama terkemuka waktu itu juga melarang murid-muridnya
mengkaji dan menelaah kitab Ihya'. Bahkan dalam keterangan lain disebut syekh
Harazim berencana memusnahkan naskah-naskah kitab Ihya' yang telah beredar di
masyarakat.
Namun
sebelum niat syekh Harazim terlaksana, suatu malam dalam tidurnya ia bermimpi,
dalam mimpi itu tiba-tiba dirinya bersama imam Al Ghazali berada di hadapan
Rosulullah SAW, di samping Nabi ada Sahabat Abu Bakkar Al Shidiq dan Umar
ibnu al Khattab. Lalu Imam Al Ghazali mengadu kepada Nabi:
"Ya Rosul, inilah orang (sambil menunjuk Syekh Harazim) yang terus menyalahkan dan mengkritik ajaranku (kitab Ihya').Tolonglah, mohon petunjuk bila aku salah dalam kitabku maka aku akan berhenti, tapi jika benar maka peringatkanlah orang ini". " Mana kitabmu?" Tanya Nabi pada imam Al Ghazali. Kemudian Al Ghozali menyerahkan kitab Ihya' kepada Nabi. Setelah memeriksa lembar demi lembar kitab tersebut Nabi berkata: " Ini kitab sangat baik dan sangat bermanfaat."
"Ya Rosul, inilah orang (sambil menunjuk Syekh Harazim) yang terus menyalahkan dan mengkritik ajaranku (kitab Ihya').Tolonglah, mohon petunjuk bila aku salah dalam kitabku maka aku akan berhenti, tapi jika benar maka peringatkanlah orang ini". " Mana kitabmu?" Tanya Nabi pada imam Al Ghazali. Kemudian Al Ghozali menyerahkan kitab Ihya' kepada Nabi. Setelah memeriksa lembar demi lembar kitab tersebut Nabi berkata: " Ini kitab sangat baik dan sangat bermanfaat."
Setelahnya
Nabi menyodorkan kitab Ihya kepada Abu Bakar, setelah melihatnya Abu Bakar
menganggap kitab Ihya' baik sekali. Kemudian Abu Bakar memberikan kitab itu
kepada Umar RA. Setelah memperhatikannya, Umarpun memujinya dan mengatakan
seperti apa yang dikatakan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Selesai
Rosulullah SAW beserta dua sahabat beliau yang mulia memeriksa kitab Ihya'
Ulumuddin, dalam mimpi tersebut lalu Rosulullah memerintahkan Umar RA agar
memberi hukuman cambuk pada Syekh Harazim yang dianggap telah bersalah menilai
tidak baik atas kitab karya imam Al Ghazali itu.
Atas
peristiwa dalam mimpi tersebut, saat terjaga dari tidurnya, syekh Harazim
merasa kaget, punggungnya terasa perih dan terdapat bekas cambukan.
Ia merasa apa yang baru saja ia alami dalam tidurnya seolah bukan mimpi.
Kemudian
Syekh Harazim bertaubat atas kekeliruanya lalu menceritakan apa yang terjadi
kepada murid-muridnya. Sejak saat itu Syekh Harazim dan santrinya semakin
intensif mempelajari kitab Ihya' dan mensyiarkanya.
Sama
halnya dengan Imam Ghazali, penulis tafsir Al Jalalain Imam Jalaluddin as
Suyuthi juga dikarunia keberkahan ilmu dan mendapat ma'unah dari Allah.
Di
kisahkan, dalam suatu masa dimana ia menyusun kitab hadits Jami'us Shaghir fi
Ahadits an-Nadzir wa al-Basyir, sering sebelum menulis sebuah hadits pada
kitabnya, terlebih dulu ia mengkonfirmasi langsung kepada Rasulullah SAW
tentang kebenaran hadits tersebut.
"Disebutkan dalam kitab Al Asybah wa an Nadloir,Wa kana yaro nabiya yaqdlotan (Imam Jalaludin berjumpa Nabi dengan terjaga) wa kana yasaluhu 'an ahadits (kemudian ia menanyakan hadits kepada Nabi)".
"Disebutkan dalam kitab Al Asybah wa an Nadloir,Wa kana yaro nabiya yaqdlotan (Imam Jalaludin berjumpa Nabi dengan terjaga) wa kana yasaluhu 'an ahadits (kemudian ia menanyakan hadits kepada Nabi)".
Demikianlah
keutamaan orang berilmu dan menyebarkan ilmunya.
Semoga Allah SWT menggolongkan kita orang-orang yang mau belajar dan mengajarkan ilmuNya.
Semoga Allah SWT menggolongkan kita orang-orang yang mau belajar dan mengajarkan ilmuNya.
Wallahu
a'lam
Diadaptasi
dari mauidoh hasanah oleh KH. Sobri Dinal Musthofa, di Majlis 'Dzikir Fida'
(29/02/2020)
Sumber:Disini
Comments
Post a Comment